Monday, September 28, 2009

Cerpen : Teman Terbaik

Ini cerpen yang kubuat untuk tugas Bahasa Indonesia.
Nilai dari guruku = 90Silakan membaca.^^



Kamu pernah merasa kesepian? Contohnya Cisa. Dia sangat kesepian, dan untuk mengatasinya, dia mulai berulah.Seperti saat kakaknya tidak bisa bermain dengannya, ia pun menjambak rambut kakaknya. Langsung saja kakaknya mengusirnya keluar. Lalu saat Ibunya sibuk dan tak bisa diajak jala-jalan, dia pun memecahkan gelas yang membuat ibunya marah karena itu membuat tugasnya bertambah banyak.
“Kenapa sih semua orang sibuk terus. Kakaknya banyak tugas, ibu sibuk membereskan rumah. Ayah kerja, perginya pagi sekali, pulangnya larut malam..”, ya memang Ayahnya Cisa sibuk sekali karena dia bekerja sebagai direktur sebuah perusahaan. Bertemu Cisa saja hanya pada hari libur. ”..terus,..Cisa bermain dengan siapa..”, Cisa mulai menangis.Dia termenung sendiri di kamarnya. Ia mencoba menghibur dirinya sendiri dengan bermain boneka.

Cisa memiliki berbagai macam boneka seperti kucing, anjing, bebek, tedy bear, Minnie Mouse, dan koala. Namun yang paling dia sukai adalah boneka Kelinci. Ia sangat menyukai boneka kelincinya karena telinganya yang panjang, baju yang dikenakannya, dan juga yang memberikan boneka tersebut adalah neneknya yang meninggal sebulan yang lalu. Saat Neneknya masih tinggal di rumahnya, Cisa selalu bermain dengan neneknya. Namun setelah neneknya meninggal, Cisa tak lagi memiliki teman bermain.

Saat sedang asik-asiknya bermain dengan bonekanya,tiba-tiba kepalanya pusing dan Ia jatuh pingsan.Entah apa yang begitu membebankan pikirannya. Setelah lama tak sadarkan diri, terdengarlah sebuah suara.

“Cisa..Cisa?”, sebuah suara yang asing bagi Cisa memanggilnya. Cisa yang masih merasa pusing berusaha membuka matanya. Saat matanya telah terbuka, ia bingung melihat boneka kelinci yang berada di hadapannya terus memperhatikannya dan kemudian berbicara,” Halo! Jangan sedih lagi ya Cisa. Namaku Rabbit. Salam kenal”. Cisa sebenarnya merasa kaget,tapi maklum yang namanya anak kecil kalau bonekanya bisa bicara, dia pasti senang.

“ Halo juga Rabbit. Bagaimana kamu bisa tahu namaku? Kamu hebat deh bisa bicara!”. Kemudian Rabbit menjawab, “Kan selama ini aku selalu berada di dekatmu. Lagipula yang bisa bicara bukan hanya aku saja loh. Ayo ikut aku. Akan kuperkenalkan pada teman-temanku.”, lalu Rabbit berlari keluar rumah menuju halaman. Tanpa pikir panjang Cisa langsung mengikutinya.

Halaman itu mengingatkan Cisa akan neneknya kembali. Dulu, neneknya sering mengajaknya melihat-lihat bunga yang dirawat neneknya. Cisa juga suka bermain dengan bonekanya, seakan-akan mereka sedang pergi piknik di kebun bunga yang indah. Saat menyusuri semak-semak, tiba-tiba muncullah lubang yang besar, bahkan orang dewasapun bisa memasukinya.

“Hei Rabbit! Selama ini aku tak pernah melihat lubang ini. Padahal aku sudah menjelajah semua tempat di rumah ini, tapi lubang ini belum pernah sama sekali aku melihatnya.’, ujar Cisa. Rabbit sepertinya mengacuhkannya dan langsung melompat ke dalamnya. Cisapun langsung mengikutinya terjun ke dalam lubang yang ternyata sangat dalam! Sama seperti meluncur dari bangunan bertingkat 70!

Cisa sempat berpikir bagaimana nantinya saat mencapai dasarnya? Apakah dia akan menghantam tanah atau bagaimana? Cisa mulai tenang saat melihat buntalan kapas yang sangat besar dan sangat lembut. Saat dia terduduk di atasnya, terasa lembut dan empuk. “Bagaimana kalu Cisa coba mencicipinya?”, tanya Rabbit sambil menyodorkan segumpal kapas. Rasanya sngat manis, membuat Cisa ketagihan. “Sebaiknya kamu hanya boleh mencobanya karena jika habis, bagaimana cara kita turun dengan selamat?”.

Saat Cisa melihat sekelilingnya, banyak sekali boneka-boneka lucu yang bisa bicara bahkan bermain bersama. Mereka langsung mengajak Cisa bermain bersama. Merka bermin ayunan, jungkat-jungkit, kejar-kejaran, dan petak umpet. Mereka juga mengelilingi taman yang penuh dengan pepohonan dan bunga-bunga yang indah, serta danau yang pemandangannya sangat indah. Setelah berkelilimg taman, mereka pun merasa lelah. Mereka memakan buah yang tumbuh di sana.

“Bagaimana, Cisa? Apakah kamu merasa senang?”, tanya Rabbit. “bukannya senang, tapi sangat senang!”, jawab Cisa dengan penuh semangat. “Kalau begitu, sekarang saatnya kamu pulang. Keluargamu pasti sangat mencemaskanmu.”, ujar Rabbit. Cisa langsung cemberut dan menggelengkan kepalanya. “Cisa nggak mau pulang. Di sana Cisa selalu dicuekin Mereka selalu sibuk dengan urusan mereka.” Rabbit kemudian membujuknya.

“Cisa, sesibuk apapun mereka, semarah apapun mereka, mereka pasti mengkhawatirkanmu. Mereka juga pasti ingin berain denganmu tapi apa daya. Mereka tak memiliki waktu untuk bermain bersamamu. Kamu juga lebih baik jangan mengganggunya, karena jika kamu mengganggunya mereka akan lebih sibuk lagi. Lebih baik kamu bicara baik-baik dengan mereka, mungkin saja mereka akn menyisihkan waktu untuk bisa bermain denganmu.”

Cisa pun akhirnya sadar kalau perbuatannya waktu itu salah. “Baiklah Rabbit, aku mau pulang”, sambung Cisa. Diapun langsung berlari menuju kapas yang tadi. Saat dia meloncat di atasnya, tiba-tiba ia melesat ke atas dan tibalah ia ke tempat yang sangat menyilaukan. Saat ia membuka matanya, ia sudah berada di kamarnya. Di sana terdapat Ibu dan kakaknya yang sedang menangis.

“Cisa..Kamu..ka..mu..”, kata Ibunya terputus-putus. “Ibu kenapa?”, Tanya Cisa kebingungan. “Tadi kamu sudah tak bernafas. Kupikir kamu sudah meninngal”, jawab kakaknya. Cisapun membantah, “Nggak, kok. Cisa Cuma main ke tempatnya Rabbit dan teman-temannya”. Ibu dan kakaknya heran. “Tapi dari tadi kamu terus mengurung diri di kamar”, ucap kakaknya. Cisa menjadi bingung. “Sebenarnya, Cisa..Cisa mau minta maaf sama Ibu sama kakak karena sudah mengganggu kalian. Lain kali Cisa akan bicara baik-baik dulu sebelumnya”. “Ibu juga minta maaf ya, Cisa. Ibu akan mencoba menyewa pembantu lain agar Ibu tidak terlalu sibik dan bisa mengajakmu jalan-jalan”.

“Nggak. Apa-apa kok. Cisa juga sudah punya teman baru. Namanya Rabbit. Dia tinggal di lubang yang ada di halaman depan sana”. Cisa membuat Ibu dan kakaknya bingung. “Rabbit itu siapa?”, tanya kakaknya. “Rabbit itu boneka kelinci yang bisa bicara. Ah! Mirip sekali dengan boneka pemberian nenek. Apa jangan-jangan..”, dia melirik ke arah bonekanya itu. Dia mirip sekali dengan Rabbit, atau mungkin malah sama.

“Kamu Rabbit kan? Ayo jawab aku. Rabbit?Ra..”, sesaat dia melihat mata boneka tersebut melihat dengan mata sayu, kemudian berubah lagi seperti biasa. “Rabbit! Ayo kita bermain lagi! Rabbit..”’ Cisa mulai menangis karena boneka itu tak menjawab satupun pertanyaannya. Dia tak merubah raut wajahnya yang terus tersenyum simpul padanya. Boneka yang selam ini menemaninya bermain, bercanda, mengajaknya berkeliling taman, dan mengkhawatirkannya telah pergi dari hadapannya. Seolah-olah boneka yang ad di depannya itu hanyalah sebuah boneka yang tak memiliki hati, bukan Rabbit. Ibu dan kakaknya tidak tega melihat Cisa menangis. Mereka berusaha menghiburnya tapi tidak berhasil.

Seharian penuh Cisa hanya memikirkan Rabbit. Sempat terpikir di benaknya kalu Rabbit hanyalah khayalan yang selama ini ia impikan. Pernah pula Cisa mencari lubang tempat Cisa dan Rabbit bermain, tetapi hasilnya nihil. Iapun selalu memperhatikan boneka pemberian neneknya itu, berharap suatu saat boneka tersebutbicara kembali.

Pada suatu malam, ia bermimpi tentang Rabbit. Tetapi Rabbit sedang menangis. Matanya sama seperti saat itu. Seketika Cisa langsung terbangun. Ia tidak ingin temannya menangis. Cisapun berlari menuju lubang yang waktu itu mengikuti perasaannya. Semakin lama rasa kekhawatirannya semakin menjadi-jadi. Saat ia sampai, lubang yang kemarin menghilang uncucul kembali. Cisa langsung melompat ke dalamnya, tapi entah kenapa Cisa merasa lubang itu lebih dalam dari biasanya. Saat sampai di sana, ia menyadari ada sesuatu yang tidak beres karena kapas tempat mendarat itu lebih sedikit dari biasanya. Lagipula, disana banyak terdapat potongan boneka, potongan teman-temannya. Ia berdoa semoga Rabbit bukan salah satu diantaranya.

Suasana di sana tidak seceria dulu lagi, bahkan berubah menjadi suram. Pepohonan dan bunga-bunga yang dulu tumbuh dengan subur kini menghilang. Danau menjadi keruh, tak seindah dulu lagi. Saat sedang menelusuri boneka-boneka tersebut, muncul suatu bayangan hitam di belakangnya. Saat ia menoleh ke belakang, terlihat sebuah monster yang matanya merah menyala serta memiliki cakar dan taring yang tajam. Cisa langsung berlari menyelamatkan diri dari terkaman monster tersebut, tetapi kaki kecilnya tak mampu menandingi kecepatan kaki monster tersebut.

Tepat sebelum monster tersebut menyentuh Cisa, muncul Rabbit yang tangan kanannya putus. Sepertinya tangan itu putus juga karena monster tersebut. Rabbit berusaha melindungi Cisa dari monster tersebut.

“Cisa! Cepat kembali ke atas sana. Biar kuatasi monster ini”, seru Rabbit. Jika Rabbit terus menghadang monster tersebut, maka Cisa tak akan bisa bertemu Rabbit lagi. “cisa..Cisa nggak mau kehilangan Rabbit. Rabbit selama ini menemaniku di saat aku sendirian. Jika kamu tak ada, siapa yang akan menemaniku?”. Rabbitpun menggelengkan kepalanya dan berkata,”Aku ini..hanyalah khayalan semata. Makhluk yang kau ciptakan dari khayalanmu. Jika aku di potong sampai berkeping-kepingpun, aku akan tetap hidup, selama kamu tetap memikirkan aku. Seumur hiduppun, aku akan tetap di sampingmu”. Cisa sadar, jadi selama ini, Rabbit hanya khayalannya semata. Tetapi sesaat, Cisa melihat bayangan neneknya saat melihat Rabbit.Ia sedang tersenyum, seakan membenarkan hal tersebut. Kemudian ia segera berlarim ke arah lubang.

Sesuai dengan dugaannya, lubang itu lebih dalam dari biasanya, sehingga tangannya tak mampu mencapai atas sana. Sementara itu, kakinya sudah tak kuat lagi menyangga tubuhnya. Tiba-tiba muncul tangan yang menariknya keluar dan langsung memeluknya. Ternyata itu adalah Ayahnya Cisa.

“Cisa..kamu tidak apa-apa kan? Dari tadi kamu melompat-lompat tidak jelas. Kamu mengigau ya?”, tanya Ayahnya khawatir. “Cisa tidak apa-apa tetapi Rabbit tidak”, ucapnya. “Siapa itu Rabbit? Makhluk yang ada di mimpimu ya?”. “Walaupun hanya khayalan, dia adalah teman terbaikku. Ngomong-ngomong, Ayah baru pulang kerja?”. “Ah, iya Tapi mulai besok Ayah minta cuti agar bisa jalan-jalan ke taman hiburan bersamamu”, ucapannya membuat raut wajah Cisa menjadi sangat senang. “Asyik! Ayah memang Ayah yang terbaik!”. Ternyata ucapan Rabbit waktu itu benar. Jika kita bicara baik-baik, mungkin mereka akan melakukan apapun untukmu. Kemudian Cisa kembali ke kamarnya untuk segera tidur, tak sabar menanti hari esok.


Apakah kamu percaya dengan adanya makhluk khayalan?

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...